Rabu, Desember 19, 2007

MARI BUAT CAMAT KALANG KABUT

Di saat-saat akhir tahun anggaran seperti sekarang ini, perangkat-perangkat daerah berlomba melakukan kegiatan untuk menyelesaikan tugasnya tepat sebelum tahun anggaran berakhir. Yang seru, karena hampir semua organisasi perangkat daerah melakukan kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dinas sosial misalnya mengadakan acara bagi-bagi kambing untuk keluarga tidak mampu. Dinas Pertanian mengadakan acara bagi-bagi bibit untuk petani miskin. Ada juga PMI yang bagi-bagi kelambu untuk mantan korban banjir. Kemudian ada BKD yang mengadakan bintek manajemen kepegawaian. Ada Dipenda yang mau rapat evaluasi penerimaan PBB dan PAD. Semua itu "harus" dihadiri oleh Camat karena masyarakat yang menjadi sasaran kegiatan adalah "milik" camat.

Lucunya, kalau Camat tidak ada, dia dicari sampai ke liang tikus (maksudnya harus bisa ditemukan), namun kalau acara sudah berlangsung, ia cukup duduk manis menyaksikan acara-acara demi acara berlangsung, sambil sesekali tersenyum mengangguk jika kebetulan ia disebut-sebut. Semua perangkat daerah merasa penting dengan tugasnya, sehingga ia merasa tidak dianggap jika camat tidak menghadiri acaranya. Mereka kadang tidak peduli, bahwa di luar semua kewajiban hadir di acara itu, camat juga punya kewajiban untuk melayani kebutuhan masyarakat yang tidak mengenal waktu.

Sore tadi saya sempat sangat repot. Bupati mau berkunjung ke kantor saya untuk bersilaturahmi dengan kelompok-kelompok remaja. Tapi pada saat yang sama, salah seorang anggota Tim Anggaran Eksekutif menelpon saya agar hadir di Sidang Pembahasan RAPBD yang juga sedang berlangsung. Meski jarak kantor saya dengan DPRD relatif tidak terlalu jauh, namun saya tetap tidak mampu hadir di dua tempat yang berbeda dalam waktu yang bersamaan.

Entah bagaimana nasib RKA yang sudah saya susun, karena tidak sempat saya "pertahankan" dari serangan anggota DPRD yang kebetulan tidak terlalu setuju dengan isinya. Saya cuma bisa pasrah, uangnya kan uang rakyat juga, disetujui syukur, tidak disetujui juga tidak apa-apa.

Intinya, Camat memang selalu kalang kabut.

Rabu, Desember 05, 2007

CAMAT KOTA NIH YE...

Menjadi camat di luar ibukota kabupaten, barangkali relatif lebih mudah. Karena hampir seluruh warganya - kalau tidak seluruhnya - mengakui camat sebagai satu-satunya pemimpin di Kecamatan itu. Dengan demikian, lebih mudah bagi camat di tempat tersebut untuk menjalankan tugasnya.
Tidak demikian halnya jika kita menjadi camat di Ibukota Kabupaten. Di tempat itu ada pimpinan LSM, Ormas atau Parpol tingkat Kabupaten, yang kadang-kadang merasa levelnya lebih tinggi dari Camat. Ada juga pimpinan-pimpinan perusahaan skala besar yang lobbynya sudah menjangkau pimpinan pemerintahan tingkat kabupaten, sehingga baginya camat bukan siapa-siapa. Tapi yang tak kalah serunya, di kecamatan itu berdomisili pimpinan-pimpinan struktural pemerintahan yang lebih tinggi dari Camat, mulai dari Kepala Dinas, Kepala Badan, Asisten, sampai kepada pimpinan tertinggi yakni Bupati, dan jangan lupa, juga keluarga mereka. Yakin dan percaya, di mata mereka, camat tak lebih dari bawahan mereka, dan pasti tidak memiliki power yang lebih besar dari mereka.
Saya ini hanyalah camat bagi orang kecil, yang kebetulan masih memerlukan jasa dan pelayanan saya. Mereka - orang-orang kecil itu - datang menghadap agarbisa dilayani dengan baik, dan kepada merekalah saya betul-betul bisa merasa menjadi seorang camat. So, don't worry... I'll do my best for you...

Minggu, November 25, 2007

MEMAHAMI TUGAS SEORANG PAMONG

Bagi seorang pamong, kantor - jika didefinisikan sebagai tempat bekerja - tidak bisa dibatasi oleh ruang ber AC sebesar 4 x 4 meter dengan meja dan kursi kerja yang empuk. Sawah bisa menjadi kantor, ketika ia berhadapan dengan petani. Pantai bisa menjadi kantor ketika ia berdiskusi dengan nelayan. Tempat pembuangan sampah bisa menjadi kantor ketika ia berhadapan dengan kebersihan dan kesehatan lingkungan. Bahkan rumah duka warga yang meninggal, bisa menjadi kantornya ketika ia melayat.

Pamong juga tidak mempunyai jam kerja yang pasti. Adakalanya, di sore hari yang cerah, ketika ia sedang bercengkerama dengan anak-anaknya, ia didatangi oleh sepasang suami istri yang bertengkar beserta anak-anak yang menangis berkepanjangan. Adakalanya jika ia sedang menghadiri pesta pernikahan kerabatnya, ia dibisiki kebutuhan atau tuntutan masyarakat yang harus segera ia selesaikan.

Tidak jarang, seorang pamong harus pula memasang dada untuk membela kepentingan warga tertentu dari sekelompok warga lainnya. Ia harus siap dicaci maki oleh sekelompok orang, meskipun menuai sanjungan dari kelompok lainnya. Ia harus siap menerima senyum dari sebagian warganya, tanpa meninggalkan kesiapan menerima cibiran dari warga lainnya.

Demikianlah tugas seorang pamong...

Dituntut untuk mengerti orang banyak, tanpa harus dimengerti......

Senin, November 12, 2007

HASIL PILKADA

Mari kita berusaha menerima hasil Pilkada Gubernur 5 November 2007 yang lalu dengan lapang dada

Semua usaha dan upaya telah dikerahkan, dari yang paling jujur hingga ke yang paling kotor, namun masyarakatlah yang menentukan siapa yang akan menjadi pemimpinnya. Terlepas dari baik buruknya calon yang terpilih, itu semata-mata terpulang pada siapa yang memilihnya. Bahwa kita kebetulan merasa tidak sependapat, itu hak asasi kita, tapi jangan jadikan alasan untuk merusak daerah yang kita cintai ini.

Sabtu, November 10, 2007

ADA APA SESUDAH PILGUB?


Pilgub Sulawesi Selatan 5 November sudah berlalu, namun hasil penghitungan suara secara resmi baru akan diumumkan pada tanggal 16 November 2007 yang akan datang. Pertanyaannya adalah, ada apa setelah pilgub nanti? keterlibatan birokrasi dalam proses pilkada - yang tidak bisa dibebaskan secara tuntas - akan berdampak pada sikap dan perilaku calon terpilih terhadap "lawan politik"nya.

Sebagaimana biasa, setiap sebuah proses suksesi berlalu, akan diikuti dengan "pembabatan." Orang-orang yang berjasa terhadap sang calon akan menuai perlakuan manis dalam lima tahun ke depan, sebaliknya, yang ketahuan berseberangan, siap-siap menanggung resiko diparkir atau diabaikan.

Pada saat seperti itu, potensi-potensi SDM yang seharusnya bisa dimanfaatkan pada diri seorang birokrat, terkubur dalam-dalam oleh "dendam politik" dari calon terpilih. Dengan kondisi itu, derap langkah kemajuan daerah dipastikan tidak akan berjalan optimal.

Terlepas dari siapa yang akan menang nantinya, roda birokrasi harus terus berjalan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, karena pilkada, berdasarkan tujuannya, adalah untuk memberikan akses bagi masyarakat untuk memilih pemimpin terbaik yang akan membawanya menyeberangi berbagai kesulitan hidup.

Minggu, November 04, 2007

TUGAS SEORANG PAMONG

Saat berada di Palembang, saya bertemu dengan seorang rekan satu Almamater. Dia bertanya mengenai jabatan saya saat ini, yang saya jawab bahwa saya adalah seorang Camat. Dia tertawa dan menyelamati saya dengan ucapan "Selamat menjalankan tugas yang tidak masuk akal."

Menjalankan tugas sebagai pamong memang kadang tidak masuk akal. Kita diundang untuk memberikan sambutan dalam sebuah acara, tapi tidak disenangi jika bicara lama-lama. Kita didatangi ketika orang bersengketa, tetapi keputusan kita tidak mampu mengikat secara ketat.

Jika organisasi perangkat daerah lain melaksanakan suatu acara, tidak sah rasanya jika Camat tidak hadir. Tetapi kehadiran kita hanya sekedar untuk meramaikan acara. Atau agar acara itu terlihat lebih berkualitas. Celakanya, masih saja dianggap tidak punya pekerjaan. Memang sebagian besar waktu kerja yang dimiliki oleh seorang camat, habis untuk hadir di acara yang satu ke acara yang lain. Mendukung program Dinas ini dan itu, atau sekedar memamerkan diri di hadapan masyarakat.

Begitulah tugas seorang pamong. Berat tapi hampa.

SIAPA YANG SALAH?

Beberapa malam yang lalu, saya didatangi oleh puluhan warga yang mengaku belum menerima surat panggilan untuk memberikan suara dalam Pilgub 5 November besok. Beberapa orang diantaranya terlihat emosional, dengan sedikit gesekan saja, amarah mereka akan segera meledak.

Bahkan salah seorang staf saya, sempat didorong-dorong dan dicecar dengan tuduhan tidak becus dalam menjalankan tugas. Jika disebut aparat pemerintah yang salah dalam kisruhnya data pemilih ini, memang tidak sepenuhnya salah, karena saya tidak bisa menjamin semua aparat di lapangan bekerja secara optimal. Namun jika kesalahan itu ditimpakan bulat-bulat, saya tidak bisa menerima.

Memilih, pada saat ini, sudah bukan lagi kewajiban, melainkan hak. Perubahan paradigma ini menempatkan kesadaran masyarakat akan hak demokrasinya sebagai sumber partisipasi politik masyarakat. Cukup mengharukan menyaksikan begitu banyaknya masyarakat menuntut hak pilihnya, yang menunjukkan tingginya kesadaran akan pentingnya partisipasi dalam politik. Namun sayang kesadaran itu datangnya terlambat. Jauh hari sebelum penetapan Daftar Pemilih Tetap yang menjadi dasar penerbitan Surat Panggilan dan Kartu Pemilih, masyarakat sudah dihimbau untuk memastikan dirinya terdaftar sebagai pemilih. Apa yang terjadi, sebagian besar masyarakat menunggu dirinya didatangi oleh petugas pendata yang jumlahnya sangat terbatas.

Saya lalu memberikan contoh kepada para "demonstran" saya itu pada kasus pengedaran Undangan Pesta. Dari 10 undangan pesta yang mereka terima, saya yakinkan bahwa pasti tidak seluruhnya bisa mereka temui secara personal. Adakalanya, karena mereka tidak di rumah, kartu undangan itu dititipkan di tetangga atau diselipkan di bawah pintu.

Bahkan dalam kunjungan silaturahmi kepada handai tolan, sekali dua kali kita harus mengalami kekecewaan, karena orang yang kita tuju sedang tidak berada di tempat.

Mari kita sikapi persoalan ini secara arif dan bijaksana. Bahwa ada kekeliruan, itu amat manusiawi. Yang penting kita jadikan kesalahan itu sebagai pelajaran agar tidak terulang di hari mendatang.

Sabtu, November 03, 2007

DETIK-DETIK YANG MENENTUKAN

Pelaksanaan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel periode 2008-2013 kini tinggal hitungan jam. Namun permasalahan yang menyertai pelaksanaannya masih juga belum terselesaikan dengan tuntas. Kisruh data pemilih yang oleh KPU di "biang kerok" kan kepada pemerintah, ditanggapi oleh Kepala Biro Bina Dekonsentrasi Setda Provinsi, bahwa masalah pemilih adalah tanggung jawab KPU. Apalagi KPU mengemban salah satu tugas yang berkaitan dengan data pemilih, yaitu pemutakhiran.

Bukan waktunya untuk saling menyalahkan, karena dengan begitu, masalah yang dihadapi tidak menjadi beres. Malah akan semakin memancing timbulnya keresahan dan kekisruhan yang lebih besar.

Kejadian seperti ini tidak pernah terjadi di zaman Orde Baru. Karena setiap menjelang Pemilihan Umum, Pelaksana Pemilu melakukan Pendaftaran Pemilih selama jangka waktu tertentu, yang tenggang waktu pelaksanaannya tidak terlalu jauh dari hari pencoblosan. Sehingga data pemilih yang ada, jauh lebih akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.

Sumber kekacauan ini, menurut pandangan saya, adalah karena dipaksakannya penggunaan P4B tahun 2004 dalam pendataan pemilih. sementara tenggang waktu antara entry data terakhir dengan Hari Pencoblosan sangat jauh, yaitu lebih dari dua tahun. Selama tenggang waktu itu, data yang ada di P4B tidak pernah di update, karena sistem informasi yang digunakan pemerintah, tidak cukup mumpuni untuk mengikuti tingkat pertumbuhan penduduk yang cepat.

Kamis, Oktober 25, 2007

HIRUK PIKUK KAMPANYE PILKADA

Masa kampanye dalam rangka Pilgub Sulsel sudah berlangsung lebih kurang sepekan. Berbagai aktivitas yang menjadi ciri khas kegiatan kampanye berlangsung di berbagai daerah.

Dalam prakteknya, tidak sedikit aparat yang "terpaksa" melibatkan diri dalam memengaruhi pilihan masyarakat karena adanya tekanan dari pejabat politik dan/atau pejabat struktural yang berada di atasnya. Sesuatu yang tentu saja berlawanan dengan itikad baik para konseptor Otonomi Daerah yang dituangkan lewat Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.

Mengapa kita tidak mencoba mengukur kekuatan kepemimpinan kita dengan membiarkan masyarakat memilih sendiri pemimpinnya? Mengapa kita memaksakan diri untuk mendudukkan seseorang yang sejatinya tidak terlalu dikehendaki oleh masyarakat?

Rabu, Oktober 24, 2007

KAMPANYE DALAM RANGKA PILKADA

Being a "pamong" is really hard. Itu mungkin kesimpulan yang dapat saya tarik dari kondisi yang saya hadapi sebagai seorang pamong. Menjelang pelaksanaan Pilkada Gubernur yang tidak lama lagi, saya dihadapkan pada persoalan terkotak-kotaknya masyarakat dalam kelompok-kelompok pendukung pasangan calon yang ada.

Bagaimanapun juga, mereka adalah masyarakat saya sendiri, dan sebagai seorang pamong, saya bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan mereka akan kehidupan yang lebih baik. Namun, what happened then? Orang cenderung menempatkan pemerintah sebagai simpatisan salah satu pasangan calon. Sehingga ketika pilihan mereka berbeda dengan pemerintah, mereka serta merta memosisikan diri sebagai opponent dari pemerintah.

Dalam kondisi seperti itu, hubungan kerja antara pamong dan orang yang "diemong" mengalami kesenjangan yang cukup besar. Sikap a priori dan curiga cenderung mengemuka dan menutupi akal sehat. Tidak sedikit dari mereka kemudian berusaha mencari-cari celah untuk menjerumuskan sang pamong ke dalam jebakan "pelanggaran." Bahkan karena merasa "terzalimi" mereka dengan semangat pantang menyerah siap berhadapan dengan pemerintah dalam institusi peradilan.

Saya tidak alergi dengan perbedaan pendapat, saya adalah seorang pamong yang memahami bahwa di dalam setiap kepala warga yang saya emong, terdapat isi yang tentu tidak sama. Jadi mengapa kita tidak mencoba berjalan beriringan?

Rabu, Oktober 17, 2007

DOA POLITIK SEORANG PAMONG

Tuhan,

Engkaulah yang paling tahu apa yang terbersit dalam hati hamba-Mu
Engkaulah yang paling memahami ketulusan niat dan keinginan hamba-Mu

Orang yang menebar janji bagi kemaslahatan manusia
Di mata-Mulah kebenarannya.

Olehnya itu ya Tuhan,
Selamatkan kami di hari yang menentukan itu

Lapangkan jalan bagi mereka yang tidak rakus kekuasaan
yang hanya mengatasnamakan rakyat untuk diri mereka sendiri

Beri kesempatan kepada mereka yang paling tulus menanggung beban kami
Yang paling memahami apa yang menjadi duka derita kami

Beri waktu pada mereka yang paling peduli pada keinginan terdalam kami
Yang paling besar hasratnya untuk membangun daerah kami

Siapapun dia, restui niat baiknya dengan mencerahkan hati orang untuk memilihnya

Tuhan,

Terimalah doa kami.

Minggu, Oktober 14, 2007

NETRALITAS BIROKRASI DALAM PEMILU

Birokrasi yang sehat adalah birokrasi yang terbebas dari kepentingan golongan politik tertentu, dalam hal ini Pemilihan Umum, baik nasional maupun daerah. Tapi mungkinkah itu terwujud di Indonesia? Rasanya tidak. Posisi-posisi tertentu yang bersifat strategis dalam tubuh birokrasi, dipengaruhi secara ketat oleh pejabat politik. Sebut misalnya Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota yang merupakan jabatan karier Birokrasi yang tertinggi di daerah. Meskipun saat ini ia diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur, namun pengusulan untuk pengangkatannya dilakukan oleh Kepala Daerah yang nota bene adalah pejabat politik.

Selama sistem seperti ini terus bertahan, maka akan sulit melepaskan birokrasi dari pengaruh politik, sehingga netralitas birokrasi dalam pemilihan umum, masih saja sebatas angan. Adakah di antara anda yang punya solusi?

Jumat, Oktober 12, 2007

PEMIMPIN YANG MUDAH TERPROVOKASI

Ada seorang anak manusia yang saya kenal, usianya sudah cukup matang. Di depan dan di belakang namanya tertera sejumlah gelar, termasuk gelar akademik, gelar religius dan gelar kebangsawanan. Pangkat dan jabatannya cukup tinggi, sehingga layak untuk disebut sebagai pemimpin. Pengalaman kerjanya lumayan beragam, serta memiliki masa kerja sebagai birokrat yang panjang. Dalam menjalankan tugasnya, ia diberi fasilitas kendaraan dinas yang lumayan representatif, dilengkapi dengan sopir pribadi. Yang (mobilnya) dibeli dan (sopirnya) digaji dengan uang rakyat.

Tapi sayangnya, ia tidak paham tugas pokok institusi yang dipimpinnya. Ia juga sangat gampang percaya pada informasi sepihak (fitnah) dari orang dekatnya, emosinya mudah tersulut, sehingga amat sulit diajak diskusi. Dan yang paling parah, ia tidak bisa menerima kebenaran dari pihak lain alias mau menang sendiri.

Bayangkan, kebijakan macam apa yang akan dihasilkan oleh seorang pemimpin yang mudah terprovokasi seperti itu. Kebaikan apa yang akan didapatkan oleh masyarakat jika diurusi olehnya? Jadi, apa manfaat uang rakyat dialirkan ke kantongnya?

TINDAKAN MANUSIA

Ketika seseorang melakukan perbuatan, apakah itu baik atau buruk, maka perbuatan itu tidak berdiri sendiri sebagai sebuah tindakan pribadi. Perbuatan itu merupakan hasil dari serangkaian sebab yang secara intens mempengaruhi dan mendorong si pelaku untuk berbuat.

Jadi jangan langsung menghujat ketika ada orang yang melakukan perbuatan yang tidak baik, karena bisa jadi itu merupakan reaksi atas perlakuan buruk yang diterima pelakunya dari sistem, lingkungan atau individu lainnya. Demikian pula jika seseorang melakukan perbuatan yang baik, jangan pula langsung memujinya, karena bisa jadi itu hanyalah imitasi dari berbagai fenomena yang terekam di alam bawah sadarnya.

Mari kita membiasakan diri untuk bersikap obyektif, dan memandang manusia sebagai pribadi yang utuh dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Mari kita belajar berlaku adil, agar kita tidak mudah terjebak dalam sikap menghakimi dan memvonis.

UCAPAN SELAMAT

Saya atas nama pribadi dan institusi, menyampaikan ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1428 H, kepada seluruh Umat Islam. Mohon maaf lahir dan bathin. Taqabbalallaahu minnaa wa minkum

Kamis, Oktober 11, 2007

MEMPERKUAT ORGANISASI

Organisasi pemerintahan dijalankan oleh para pejabat struktural, mulai dari eselon tertinggi hingga terendah, ditambah dengan sejumlah pegawai negeri yang bukan pejabat struktural, serta pegawai honor. Kekuatan organisasi ini terletak pada pejabat eselon terendah, yaitu para Kepala Seksi atau Kepala Sub Bagian.
Mengapa demikian? Pada merekalah seluruh detail pekerjaan dan tugas terkonsentrasi. Juga pada merekalah pemahaman yang paripurna mengenai aspek tertentu dari tugas organisasi itu berada. Seorang Kepala Dinas bisa saja pintar dan menguasai banyak keahlian, namun ia tidak akan punya cukup waktu untuk mengurusi hal-hal kecil yang bersifat detail. Seorang penyelia, bisa saja memiliki kemampuan untuk itu, namun ia harus membagi konsentrasi pada aspek lain dalam tugasnya.
Oleh karena itu, agar organisasi pemerintahan bisa berjalan dengan baik, pejabat struktural pada eselon terendah harus dioptimalkan pengetahuan dan kemampuannya, serta tidak boleh dimutasikan secara serampangan tanpa melalui pertimbangan yang matang atas usul pimpinannya.

Senin, Oktober 08, 2007

SAFARI RAMADHAN TINGKAT KABUPATEN WAJO DI KECAMATAN TEMPE

Jumat, 5 Oktober 2007, bertempat di Gedung Arma Lt III, Tim Safari Ramadhan Kabupaten Wajo berkunjung ke Kecamatan Tempe. Dalam Acara Buka Puasa bersama yang dihadiri oleh Bupati Wajo, Ketua DPRD Kab. Wajo, Dandim 1406 Wajo, Ketua Pengadilan Negeri Sengkang, sejumlah Kepala unit kerja lingkup Pemerintah Kabupaten Wajo, seluruh lurah se Kec. Tempe, tokoh-tokoh masyarakat dan para tokoh Agama yang ada di Kota Sengkang.

Kegiatan Buka Puasa Bersama sebagai rangkaian acara Safari Ramadhan tersebut, memang dilaksanakan secara rutin setiap bulan ramadhan. Hanya saja kali ini, pelaksanaannya mundur satu minggu. Karena khusus untuk Kecamatan Tempe, kegiatan itu biasanya dilaksanakan setiap tanggal 16 Ramadhan, karena akan dilanjutkan dengan Peringatan Nuzulul Qur'an.

Sabtu, Oktober 06, 2007

MEMBENTUK KOPERASI BAGI KESEJAHTERAAN KARYAWAN

Meskipun sudah tidak sepopuler dulu lagi, koperasi tetap menjadi pilihan yang paling logis untuk membantu meningkatkan kesejahteraan karyawan. Sebagai pemimpin sebuah institusi, saya dituntut untuk memerhatikan seluruh aspek kehidupan karyawan agar mereka dapat menjadi "mesin" pelayanan publik yang produktif.

Pembentukan koperasi pegawai ini didasari oleh kenyataan banyaknya karyawan yang terpaksa berutang pada lembaga-lembaga keuangan agar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan bunga yang relatif cukup tinggi, tingkat kesejahteraan yang mereka harapkan dari pinjaman itu, justru menjadi kontra produktif. Oleh karenanya, meskipun agak tertatih-tatih, koperasi ini akan diupayakan menjadi penolong dan pembantu karyawan yang sedang mengalami kesusahan.

Jumat, Oktober 05, 2007

POSISI KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH

Sejak bergulirnya otonomi daerah, kecamatan sebagai institusi mengalami pergeseran status dari perangkat wilayah (sebagai kepanjangan tangan Pemerintah) menjadi perangkat daerah (pelaksana daerah otonom). Perubahan status ini menempatkan kecamatan sebagai institusi yang serba gamang dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Di satu pihak, ia tetap ditempatkan sebagai perwakilan pemerintah daerah di kecamatan, namun di pihak lain, tidak memiliki tugas yang jelas dan spesifik, dibandingkan dengan perangkat daerah lainnya yang berbentuk dinas atau lembaga teknis.
Jika dikaitkan dengan teori organisasi lini dan staf, hampir tidak dapat dijelaskan posisi kecamatan sebagai unsur lini atau unsur staf.

Oleh sebagian orang (pejabat di daerah), keberadaan kecamatan dewasa ini tidak lebih dari pelengkap penderita dalam pelaksanaan otonomi daerah. Dalam proses penyusunan anggaran, kecamatan jarang disebut, sebaliknya ketika ada pekerjaan yang tidak tercover oleh institusi perangkat daerah tertentu, pekerjaan itu dilemparkan ke kecamatan, dengan alasan pekerjaan itu ada di dalam wilayah kecamatan.Kondisi itu menjadi tidak fair bagi Camat dan perangkatnya, karena kecamatan tidak memiliki sumber daya manusia dengan keahlian teknis tertentu, dan sumber dana yang memadai untuk melaksanakan pekerjaan itu. Sebaliknya, karena tidak tercakupnya pekerjaan itu dalam anggaran pada Dinas yang menjadi penyelenggara, mendorong pelaksananya untuk berpangku tangan dan menjadikan kecamatan sebagai kambing hitam.

Belajar Menjadi Pamong

Pernah menjabat Lurah di dua Kelurahan di dua Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat, sekarang menjadi Camat di Tempe Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan.