Rabu, Desember 19, 2007

MARI BUAT CAMAT KALANG KABUT

Di saat-saat akhir tahun anggaran seperti sekarang ini, perangkat-perangkat daerah berlomba melakukan kegiatan untuk menyelesaikan tugasnya tepat sebelum tahun anggaran berakhir. Yang seru, karena hampir semua organisasi perangkat daerah melakukan kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dinas sosial misalnya mengadakan acara bagi-bagi kambing untuk keluarga tidak mampu. Dinas Pertanian mengadakan acara bagi-bagi bibit untuk petani miskin. Ada juga PMI yang bagi-bagi kelambu untuk mantan korban banjir. Kemudian ada BKD yang mengadakan bintek manajemen kepegawaian. Ada Dipenda yang mau rapat evaluasi penerimaan PBB dan PAD. Semua itu "harus" dihadiri oleh Camat karena masyarakat yang menjadi sasaran kegiatan adalah "milik" camat.

Lucunya, kalau Camat tidak ada, dia dicari sampai ke liang tikus (maksudnya harus bisa ditemukan), namun kalau acara sudah berlangsung, ia cukup duduk manis menyaksikan acara-acara demi acara berlangsung, sambil sesekali tersenyum mengangguk jika kebetulan ia disebut-sebut. Semua perangkat daerah merasa penting dengan tugasnya, sehingga ia merasa tidak dianggap jika camat tidak menghadiri acaranya. Mereka kadang tidak peduli, bahwa di luar semua kewajiban hadir di acara itu, camat juga punya kewajiban untuk melayani kebutuhan masyarakat yang tidak mengenal waktu.

Sore tadi saya sempat sangat repot. Bupati mau berkunjung ke kantor saya untuk bersilaturahmi dengan kelompok-kelompok remaja. Tapi pada saat yang sama, salah seorang anggota Tim Anggaran Eksekutif menelpon saya agar hadir di Sidang Pembahasan RAPBD yang juga sedang berlangsung. Meski jarak kantor saya dengan DPRD relatif tidak terlalu jauh, namun saya tetap tidak mampu hadir di dua tempat yang berbeda dalam waktu yang bersamaan.

Entah bagaimana nasib RKA yang sudah saya susun, karena tidak sempat saya "pertahankan" dari serangan anggota DPRD yang kebetulan tidak terlalu setuju dengan isinya. Saya cuma bisa pasrah, uangnya kan uang rakyat juga, disetujui syukur, tidak disetujui juga tidak apa-apa.

Intinya, Camat memang selalu kalang kabut.

Rabu, Desember 05, 2007

CAMAT KOTA NIH YE...

Menjadi camat di luar ibukota kabupaten, barangkali relatif lebih mudah. Karena hampir seluruh warganya - kalau tidak seluruhnya - mengakui camat sebagai satu-satunya pemimpin di Kecamatan itu. Dengan demikian, lebih mudah bagi camat di tempat tersebut untuk menjalankan tugasnya.
Tidak demikian halnya jika kita menjadi camat di Ibukota Kabupaten. Di tempat itu ada pimpinan LSM, Ormas atau Parpol tingkat Kabupaten, yang kadang-kadang merasa levelnya lebih tinggi dari Camat. Ada juga pimpinan-pimpinan perusahaan skala besar yang lobbynya sudah menjangkau pimpinan pemerintahan tingkat kabupaten, sehingga baginya camat bukan siapa-siapa. Tapi yang tak kalah serunya, di kecamatan itu berdomisili pimpinan-pimpinan struktural pemerintahan yang lebih tinggi dari Camat, mulai dari Kepala Dinas, Kepala Badan, Asisten, sampai kepada pimpinan tertinggi yakni Bupati, dan jangan lupa, juga keluarga mereka. Yakin dan percaya, di mata mereka, camat tak lebih dari bawahan mereka, dan pasti tidak memiliki power yang lebih besar dari mereka.
Saya ini hanyalah camat bagi orang kecil, yang kebetulan masih memerlukan jasa dan pelayanan saya. Mereka - orang-orang kecil itu - datang menghadap agarbisa dilayani dengan baik, dan kepada merekalah saya betul-betul bisa merasa menjadi seorang camat. So, don't worry... I'll do my best for you...