Jumat, Januari 25, 2008

JIKA URUSAN KITA DIINTERVENSI

Sebagai seorang pamong, ada kewenangan tertentu yang melekat dan menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya. Jika berdasarkan pertimbangan rasional dan obyektif sesuatu harus saya lakukan, maka saya akan lakukan. Sebaliknya jika suatu hal saya pandang tidak bermanfaat, maka tidak ada seorangpun yang bisa memaksa saya untuk melakukannya.

Namun barangkali hal itu tidak sepenuhnya berlaku di Kecamatan yang saya pimpin. Dalam beberapa tulisan sebelumnya saya sempat menulis bahwa saya jadi camat, hanya bagi orang-orang yang secara struktural, fungsional, sosial dan kultural lebih rendah dari saya. Di dalam kecamatan saya, berdomisili orang-orang yang jabatannya lebih tinggi, lebih berkuasa, bahkan lebih berpengaruh. Jika mereka tidak bisa memosisikan diri secara ideal sebagai warga masyarakat biasa, maka ia bisa saja mendikte kebijakan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Dan itulah yang terjadi. Karena tidak semua "pejabat tinggi" ini mampu bersikap arif, ada-ada saja ulah mereka yang menyesakkan dada teman-teman saya di kelurahan, termasuk saya sendiri. Mereka - karena merasa lebih berkuasa - mendikte kebijakan yang saya ambil. Dalam kasus penunjukan Kepala lingkungan misalnya, ada upaya-upaya tertentu dari sebagian mereka untuk memaksakan kehendaknya. Dan biasanya untuk mewujudkannya, itu harus melanggar prosedur yang berlaku.

Dalam kasus tertentu, keadaan itu tidak terlalu menjadi masalah, sepanjang kehendak mereka sejalan dengan keinginan sebagian besar masyarakat. Namun manakala kehendak itu berlawanan dengan keinginan lebih banyak warga, apa yang akan terjadi?

Itulah yang sekarang saya alami. God, help me....