Senin, Juli 21, 2008

RESIKO JABATAN

Tanggal 16 Juli 2008 lalu, pada sekira pukul 21.15 Wita, saya membawakan SK Pemberhentian seorang Lurah yang selama ini memang rada benci sama saya. Saya ditemani oleh 8 orang tokoh masyarakat kelurahan tempatnya bertugas dan menggunakan 3 unit mobil.

Saat berbincang dengan lurah (tepatnya mantan lurah) tersebut, hampir tidak ada riak dan gejolak yang muncul di permukaan. Ekspresi wajahnya normal, nada suaranya, meski sesekali meninggi namun tetap terkendali. Intinya, tidak ada masalah dengan pemberhentian itu. Untungnya, saat berbincang saya menyempatkan diri merekam pembicaraan tersebut dan beberapa hari kemudian, rekaman itu menjadi bukti yang cukup meyakinkan.

Keesokan harinya, tanggal 17 Juli, sekitar pukul 10 pagi, saya ditelepon oleh Sekda dan diminta untuk segera menghadap. Dari beliau saya tahu bahwa seorang anggota DPRD yang merupakan keluarga dekat mantan lurah tersebut komplain karena saya membawa "banyak" orang hanya sekedar untuk mengantarkan SK Pemberhentian. Siang harinya, Anggota DPRD itu sendiri yang menelpon saya dan menyampaikan secara langsung rasa keberatannya dengan tindakan saya itu. Malam harinya, seorang keluarga yang mengaku dihubungi anggota polsek juga menerima komplain serupa. Kebetulan anggota Polsek itu adalah keluarga si mantan lurah.

Saya mulai merasa heran, mengapa persoalan sekecil itu tiba-tiba membesar dan menjadi bola panas. Puncak dari keheranan saya adalah ketika seorang anggota Polres datang pada hari Jumat menemui saya di sela-sela pertemuan pembagian kartu BLT. Dia mengisolir saya ke sebuah tempat dan menyampaikan bahwa anggota Intel Polres mencium adanya gerakan massa dalam jumlah besar yang akan melakukan demonstrasi terhadap saya.

Rencana pengamanan dan evakuasi segera disusun oleh Pak Polisi dan rekan-rekannya. Lalu teman-teman saya di Kecamatan dan Kelurahan segera menyusun kekuatan untuk membendung gerakan itu. Alhamdulillah, hanya ada 5 orang yang kemudian menemui saya usai shalat jumat di kantor kecamatan dan sebuah rancangan penyelesaian masalah berhasil dicapai.

Saya merenung, mencoba mengoreksi dan mengintrospeksi diri. Akhirnya saya menemukan kenyataan bahwa kedatangan saya malam itu telah didramatisir dan dibesar-besarkan oleh mantan lurah itu untuk menghasut keluarganya agar melakukan sesuatu yang kurang baik kepada saya.

Resistensi karena arogansinya selama ini, terpatahkan dan itu membuatnya sangat sakit hati. Maka ditempuhnyalah berbagai macam cara agar ia bisa memenangkan pertarungan.