Minggu, November 25, 2007

MEMAHAMI TUGAS SEORANG PAMONG

Bagi seorang pamong, kantor - jika didefinisikan sebagai tempat bekerja - tidak bisa dibatasi oleh ruang ber AC sebesar 4 x 4 meter dengan meja dan kursi kerja yang empuk. Sawah bisa menjadi kantor, ketika ia berhadapan dengan petani. Pantai bisa menjadi kantor ketika ia berdiskusi dengan nelayan. Tempat pembuangan sampah bisa menjadi kantor ketika ia berhadapan dengan kebersihan dan kesehatan lingkungan. Bahkan rumah duka warga yang meninggal, bisa menjadi kantornya ketika ia melayat.

Pamong juga tidak mempunyai jam kerja yang pasti. Adakalanya, di sore hari yang cerah, ketika ia sedang bercengkerama dengan anak-anaknya, ia didatangi oleh sepasang suami istri yang bertengkar beserta anak-anak yang menangis berkepanjangan. Adakalanya jika ia sedang menghadiri pesta pernikahan kerabatnya, ia dibisiki kebutuhan atau tuntutan masyarakat yang harus segera ia selesaikan.

Tidak jarang, seorang pamong harus pula memasang dada untuk membela kepentingan warga tertentu dari sekelompok warga lainnya. Ia harus siap dicaci maki oleh sekelompok orang, meskipun menuai sanjungan dari kelompok lainnya. Ia harus siap menerima senyum dari sebagian warganya, tanpa meninggalkan kesiapan menerima cibiran dari warga lainnya.

Demikianlah tugas seorang pamong...

Dituntut untuk mengerti orang banyak, tanpa harus dimengerti......

Senin, November 12, 2007

HASIL PILKADA

Mari kita berusaha menerima hasil Pilkada Gubernur 5 November 2007 yang lalu dengan lapang dada

Semua usaha dan upaya telah dikerahkan, dari yang paling jujur hingga ke yang paling kotor, namun masyarakatlah yang menentukan siapa yang akan menjadi pemimpinnya. Terlepas dari baik buruknya calon yang terpilih, itu semata-mata terpulang pada siapa yang memilihnya. Bahwa kita kebetulan merasa tidak sependapat, itu hak asasi kita, tapi jangan jadikan alasan untuk merusak daerah yang kita cintai ini.

Sabtu, November 10, 2007

ADA APA SESUDAH PILGUB?


Pilgub Sulawesi Selatan 5 November sudah berlalu, namun hasil penghitungan suara secara resmi baru akan diumumkan pada tanggal 16 November 2007 yang akan datang. Pertanyaannya adalah, ada apa setelah pilgub nanti? keterlibatan birokrasi dalam proses pilkada - yang tidak bisa dibebaskan secara tuntas - akan berdampak pada sikap dan perilaku calon terpilih terhadap "lawan politik"nya.

Sebagaimana biasa, setiap sebuah proses suksesi berlalu, akan diikuti dengan "pembabatan." Orang-orang yang berjasa terhadap sang calon akan menuai perlakuan manis dalam lima tahun ke depan, sebaliknya, yang ketahuan berseberangan, siap-siap menanggung resiko diparkir atau diabaikan.

Pada saat seperti itu, potensi-potensi SDM yang seharusnya bisa dimanfaatkan pada diri seorang birokrat, terkubur dalam-dalam oleh "dendam politik" dari calon terpilih. Dengan kondisi itu, derap langkah kemajuan daerah dipastikan tidak akan berjalan optimal.

Terlepas dari siapa yang akan menang nantinya, roda birokrasi harus terus berjalan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, karena pilkada, berdasarkan tujuannya, adalah untuk memberikan akses bagi masyarakat untuk memilih pemimpin terbaik yang akan membawanya menyeberangi berbagai kesulitan hidup.

Minggu, November 04, 2007

TUGAS SEORANG PAMONG

Saat berada di Palembang, saya bertemu dengan seorang rekan satu Almamater. Dia bertanya mengenai jabatan saya saat ini, yang saya jawab bahwa saya adalah seorang Camat. Dia tertawa dan menyelamati saya dengan ucapan "Selamat menjalankan tugas yang tidak masuk akal."

Menjalankan tugas sebagai pamong memang kadang tidak masuk akal. Kita diundang untuk memberikan sambutan dalam sebuah acara, tapi tidak disenangi jika bicara lama-lama. Kita didatangi ketika orang bersengketa, tetapi keputusan kita tidak mampu mengikat secara ketat.

Jika organisasi perangkat daerah lain melaksanakan suatu acara, tidak sah rasanya jika Camat tidak hadir. Tetapi kehadiran kita hanya sekedar untuk meramaikan acara. Atau agar acara itu terlihat lebih berkualitas. Celakanya, masih saja dianggap tidak punya pekerjaan. Memang sebagian besar waktu kerja yang dimiliki oleh seorang camat, habis untuk hadir di acara yang satu ke acara yang lain. Mendukung program Dinas ini dan itu, atau sekedar memamerkan diri di hadapan masyarakat.

Begitulah tugas seorang pamong. Berat tapi hampa.

SIAPA YANG SALAH?

Beberapa malam yang lalu, saya didatangi oleh puluhan warga yang mengaku belum menerima surat panggilan untuk memberikan suara dalam Pilgub 5 November besok. Beberapa orang diantaranya terlihat emosional, dengan sedikit gesekan saja, amarah mereka akan segera meledak.

Bahkan salah seorang staf saya, sempat didorong-dorong dan dicecar dengan tuduhan tidak becus dalam menjalankan tugas. Jika disebut aparat pemerintah yang salah dalam kisruhnya data pemilih ini, memang tidak sepenuhnya salah, karena saya tidak bisa menjamin semua aparat di lapangan bekerja secara optimal. Namun jika kesalahan itu ditimpakan bulat-bulat, saya tidak bisa menerima.

Memilih, pada saat ini, sudah bukan lagi kewajiban, melainkan hak. Perubahan paradigma ini menempatkan kesadaran masyarakat akan hak demokrasinya sebagai sumber partisipasi politik masyarakat. Cukup mengharukan menyaksikan begitu banyaknya masyarakat menuntut hak pilihnya, yang menunjukkan tingginya kesadaran akan pentingnya partisipasi dalam politik. Namun sayang kesadaran itu datangnya terlambat. Jauh hari sebelum penetapan Daftar Pemilih Tetap yang menjadi dasar penerbitan Surat Panggilan dan Kartu Pemilih, masyarakat sudah dihimbau untuk memastikan dirinya terdaftar sebagai pemilih. Apa yang terjadi, sebagian besar masyarakat menunggu dirinya didatangi oleh petugas pendata yang jumlahnya sangat terbatas.

Saya lalu memberikan contoh kepada para "demonstran" saya itu pada kasus pengedaran Undangan Pesta. Dari 10 undangan pesta yang mereka terima, saya yakinkan bahwa pasti tidak seluruhnya bisa mereka temui secara personal. Adakalanya, karena mereka tidak di rumah, kartu undangan itu dititipkan di tetangga atau diselipkan di bawah pintu.

Bahkan dalam kunjungan silaturahmi kepada handai tolan, sekali dua kali kita harus mengalami kekecewaan, karena orang yang kita tuju sedang tidak berada di tempat.

Mari kita sikapi persoalan ini secara arif dan bijaksana. Bahwa ada kekeliruan, itu amat manusiawi. Yang penting kita jadikan kesalahan itu sebagai pelajaran agar tidak terulang di hari mendatang.

Sabtu, November 03, 2007

DETIK-DETIK YANG MENENTUKAN

Pelaksanaan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel periode 2008-2013 kini tinggal hitungan jam. Namun permasalahan yang menyertai pelaksanaannya masih juga belum terselesaikan dengan tuntas. Kisruh data pemilih yang oleh KPU di "biang kerok" kan kepada pemerintah, ditanggapi oleh Kepala Biro Bina Dekonsentrasi Setda Provinsi, bahwa masalah pemilih adalah tanggung jawab KPU. Apalagi KPU mengemban salah satu tugas yang berkaitan dengan data pemilih, yaitu pemutakhiran.

Bukan waktunya untuk saling menyalahkan, karena dengan begitu, masalah yang dihadapi tidak menjadi beres. Malah akan semakin memancing timbulnya keresahan dan kekisruhan yang lebih besar.

Kejadian seperti ini tidak pernah terjadi di zaman Orde Baru. Karena setiap menjelang Pemilihan Umum, Pelaksana Pemilu melakukan Pendaftaran Pemilih selama jangka waktu tertentu, yang tenggang waktu pelaksanaannya tidak terlalu jauh dari hari pencoblosan. Sehingga data pemilih yang ada, jauh lebih akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.

Sumber kekacauan ini, menurut pandangan saya, adalah karena dipaksakannya penggunaan P4B tahun 2004 dalam pendataan pemilih. sementara tenggang waktu antara entry data terakhir dengan Hari Pencoblosan sangat jauh, yaitu lebih dari dua tahun. Selama tenggang waktu itu, data yang ada di P4B tidak pernah di update, karena sistem informasi yang digunakan pemerintah, tidak cukup mumpuni untuk mengikuti tingkat pertumbuhan penduduk yang cepat.