Rabu, April 22, 2009

FINALLY



Akhirnya... setelah 3 tahun 2 bulan 2 hari dan 2 jam, barangkali lewat 2 menit, tugas di Kecamatan berakhir. Proses pematangan selesai? Banrangkali. Sebuah tugas baru yang lebih memantang menanti, yaitu: Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan Umum.

Ada satu hal yang hingga kini masih mengkhawatirkan. Paradigma Sekretariat Daerah sebelum dan sesudah Pemberlakuan PP 41 amat jauh berbeda. Terutama dari aspek Tugas pokok dan fungsi. Sementara pucuk pimpinan yang pernah cukup lama membawahi Bagian ini masih menyimpan memori tentang potensi bagian ini dalam berbagai aspek.

Tentu dibutuhkan pencerahan-pencerahan yang dapat membantu menyatukan persepsi yang berbeda tadi, kedalam sebuah bingkai understanding each others yang dapat mendorong akselerasi kinerja aparat.

So...just wait and see. What happens next...

Minggu, April 12, 2009

PEMILU LEGISLATIF 2009



Mungkin ini Pemilu paling "ribet" yang pernah ada. Untuk sekedar membacakan hasil perolehan suara partai beserta masing-masing calegnya dalam satu TPS, diperlukan waktu tidak kurang dari 15 menit. Nah, berapa waktu yang diperlukan untuk menghitung suara partai dan caleg dalam setiap tingkatan lembaga legislatif jika ada 123 TPS?

PPK sebagai perpanjangan tangan KPU di kecamatan, dituntut untuk menyelesaikan keseluruhan proses rekap suara hingga tanggal 13 April 2009. Mungkinkah?

Kamis, April 09, 2009

MENANTI LAHIRNYA PRODUK DEMOKRASI



Beberapa jam lagi, Pemilu legislatif terbesar di dunia akan segera dimulai. Ribuan calon Anggota legislatif yang mengadu nasib dalam ajang pemilihan ini merasakan peningkatan adrenalin. Bukan saja karena tingkat persaingan antar partai dan intern partai yang begitu tinggi, akan tetapi juga karena sebagian besar calon anggota legislatif yang bertarung menjadikan Pemilu ini sebagai alat untuk memperbaik "nasib".

Sudah bukan rahasia lagi, bahwa banyak caleg yang tertarik untuk mengikuti pemilu, sebelumnya tidak mempunyai pekerjaan tetap. Yang berarti, motivasi untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dalam lembaga terhormat yang bernama DPR, sebagaimana yang tercetak dalam banyak baliho, hanyalah sekedar isapan jempol belaka.

Latar belakang pendidikan, pengalaman dan keahlian para caleg juga begitu bervariasi. Mulai dari yang menamatkan pendidikan strata tertinggi, hingga yang sekedar lulus paket C setara SMA. Luasnya range pendidikan itu memberikan peluang terjadinya kesenjangan tidak terlihat dalam institusi DPR nantinya.

Ironisnya, ketika produk demokrasi yang dibiayai dengan dana yang sangat besar ini berhadapan dengan eksekutif, maka akan segera terlihat bahwa pekerjaan yang telah menghabiskan begitu banyak energi ini, tidak cukup berarti bagi kehidupan sebuah bangsa yang besar bernama Indonesia.