Minggu, November 22, 2009

BAGAIMANA HUKUM ITU MUNCUL?



Judul bertanda tanya di atas, sesungguhnya memang hendak saya jawab dalam tulisan ini. Bukan dengan jawaban ilmiah berupa teori, sejarah dan konklusi yang njlimet dan susah untuk saya cerna sendiri sebagai orang yang awam dalam berbagai bidang kehidupan.

Munculnya hukum, sesungguhnya berlangsung secara amat alamiah. Ketika sekelompok anak sedang bermain dan mendapati diri mereka terlibat percekcokan, biasanya ada kesepakatan yang mereka bentuk untuk mencegah pertentangan serupa terjadi dalam proses permainan selanjutnya, sehingga mereka dapat terus bermain bersama. Tanpa mereka sadari, mereka melahirkan hukum yang kelak akan mereka taati dan mereka patuhi, agar permainan mereka berlangsung dengan baik dan lancar.

Dalam kelompok masyarakat yang lebih dewasa, misalnya dalam pemanfaatan jembantan gantung yang sempit yang hanya dapat dilalui dari satu arah, masyarakat menciptakan tanda yang kemudian menjadi petunjuk untuk berhenti, karena ada orang lain yang menggunakan jembatan itu dari arah sebaliknya. Pada kondisi seperti itu, masyarakat itu menciptakan hukum untuk mereka taati, agar mereka tidak mengalami kesulitan dalam memanfaatkan jembatan kecil itu, dan secara bersama-sama mereka dapat tetap menjaga hubungan baik satu sama lain.

Sederhananya, hukum lahir karena ada kondisi yang mengganggu yang harus dihindarkan agar kehidupan kelompok dalam aspek tertentu dapat tetap berjalan dengan baik. Ketika anggota kelompok masyarakat sudah mulai tidak mampu mematuhi dan menaati aturan yang dibuat untuk kebaikan mereka sendiri, maka ditunjuklah seseorang untuk mengawasi dan menjamin agar hukum itu dijalankan.

Tujuannya jelas, agar anggota kelompok tetap taat pada hukum, dan anggota kelompok tetap mendapatkan manfaat dari kebersamaan mereka. Bilamana ada anggota kelompok yang tidak taat hukum, maka orang yang ditunjuk sebagai pengawas menjatuhkan sanksi agar perbuatan serupa tidak dilakukan.

Ketika logika sederhana itu diterapkan dalam kelompok masyarakat yang lebih luas dan kompleks, seperti negara misalnya, keberadaan hukum menjadi sesuatu yang niscaya, agar tata hubungan setiap anggota masyarakat dapat tetap berlangsung dengan baik. Orang yang mencoba melanggar hukum, berarti mencoba merusak tatanan dan dengan sendirinya menimbulkan kekacauan dalam kelompok. Kekacauan dalam kelompok akan menimbulkan keresahan pada sebagian besar anggota kelompok, sehingga pelakunya harus mendapatkan sanksi.

Menjadi lucu, ketika penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum agar dapat menjaga ketentraman anggota masyarakat, justru menggunakan hukum untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu, sehingga penegakan hukum tidak mampu menghasilkan ketentraman dalam anggota masyarakat. Menjadi semakin lucu, ketika orang yang seharusnya diberi sanksi karena melanggar hukum, justru menggunakan hukum itu sendiri untuk menyusahkan orang lain.

Kamis, November 12, 2009

QUO VADIS PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA



Atmosfir Indonesia dalam beberapa hari terakhir ini, menyuguhkan berbagai warna yang kelabu. Belum habis rasa penasaran kita akan ujung penetapan Antasari Azhar sebagai terdakwa dalam Kasus Pembunuhan Nazaruddin Zulkarnain, kasus Chandra dan Bibit tampil mengemuka dan meraih perhatian publik sepenuhnya.

Masyarakat, dan saya sendiri sebagai manusia biasa yang picik, tidak tahu persis apa yang sebenarnya sedang terjadi. Tentu kita semua maklum, bahwa tidak ada orang yang benar-benar bersih dan suci di Dunia ini. Juga tidak pula ada orang yang benar-benar kotor sehingga tidak pantas hidup di negeri ini.

Namun nurani kemanusiaan kita tentu bisa menilai, bahwa ada sesuatu yang benar-benar salah, dan ada sesuatu yang benar-benar tidak salah di antara semua pihak yang terlibat. Pertanyaannya, masihkah hati kita hidup dan mampu menelaah segala sesuatunya dengan menggunakan kacamata nurani itu?

Ketika kita melakukan kesalahan, kita tentu merasa malu, dan tidak ingin kesalahan itu diketahui oleh orang lain. Meskipun nurani kita sesunggunya mengakui bahwa apa yang kita lakukan itu salah. Namun pangkat dan jabatan yang tersemat di pundak dan dada kita, memantangkan kesalahan itu dan jadilah pangkat dan jabatan itu sebagai topeng yang sempurna untuk menutupi kesalahan kita.

Hukum dibuat agar manusia hidup dalam keteraturan. Keteraturan yang bisa mengantarkan manusia mencapai kehidupan yang lebih baik. Kesejahteraan dan kemakmuran. Hukum harus ditegakkan, karena tegaknya hukum akan memberikan jaminan bangsa ini dapat mencapai kemajuan yang menjadi cita-cita masyarakatnya sejak merdeka puluhan tahun yang lalu.

Penegakan hukum berimplikasi pada tecapainya ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat. Karena yang salah mendapat ganjaran, dan yang benar dibela sepenuh hati. Potensi munculnya kesalahan menjadi semakin kecil, karena setiap pelanggaran hukum mendapatkan sanksi yang tegas. Tekad berbuat baik juga menjadi semakin besar, karena komunitas yang ada memberikan ruang yang cukup bagi hadirnya apresiasi yang setimpal.

Sekarang, jika di Indonesia, hukum tidak bisa memberikan jaminan seperti itu, maka kemanakah gerangan arah penegakan hukum ini?

Rabu, April 22, 2009

FINALLY



Akhirnya... setelah 3 tahun 2 bulan 2 hari dan 2 jam, barangkali lewat 2 menit, tugas di Kecamatan berakhir. Proses pematangan selesai? Banrangkali. Sebuah tugas baru yang lebih memantang menanti, yaitu: Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan Umum.

Ada satu hal yang hingga kini masih mengkhawatirkan. Paradigma Sekretariat Daerah sebelum dan sesudah Pemberlakuan PP 41 amat jauh berbeda. Terutama dari aspek Tugas pokok dan fungsi. Sementara pucuk pimpinan yang pernah cukup lama membawahi Bagian ini masih menyimpan memori tentang potensi bagian ini dalam berbagai aspek.

Tentu dibutuhkan pencerahan-pencerahan yang dapat membantu menyatukan persepsi yang berbeda tadi, kedalam sebuah bingkai understanding each others yang dapat mendorong akselerasi kinerja aparat.

So...just wait and see. What happens next...

Minggu, April 12, 2009

PEMILU LEGISLATIF 2009



Mungkin ini Pemilu paling "ribet" yang pernah ada. Untuk sekedar membacakan hasil perolehan suara partai beserta masing-masing calegnya dalam satu TPS, diperlukan waktu tidak kurang dari 15 menit. Nah, berapa waktu yang diperlukan untuk menghitung suara partai dan caleg dalam setiap tingkatan lembaga legislatif jika ada 123 TPS?

PPK sebagai perpanjangan tangan KPU di kecamatan, dituntut untuk menyelesaikan keseluruhan proses rekap suara hingga tanggal 13 April 2009. Mungkinkah?

Kamis, April 09, 2009

MENANTI LAHIRNYA PRODUK DEMOKRASI



Beberapa jam lagi, Pemilu legislatif terbesar di dunia akan segera dimulai. Ribuan calon Anggota legislatif yang mengadu nasib dalam ajang pemilihan ini merasakan peningkatan adrenalin. Bukan saja karena tingkat persaingan antar partai dan intern partai yang begitu tinggi, akan tetapi juga karena sebagian besar calon anggota legislatif yang bertarung menjadikan Pemilu ini sebagai alat untuk memperbaik "nasib".

Sudah bukan rahasia lagi, bahwa banyak caleg yang tertarik untuk mengikuti pemilu, sebelumnya tidak mempunyai pekerjaan tetap. Yang berarti, motivasi untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dalam lembaga terhormat yang bernama DPR, sebagaimana yang tercetak dalam banyak baliho, hanyalah sekedar isapan jempol belaka.

Latar belakang pendidikan, pengalaman dan keahlian para caleg juga begitu bervariasi. Mulai dari yang menamatkan pendidikan strata tertinggi, hingga yang sekedar lulus paket C setara SMA. Luasnya range pendidikan itu memberikan peluang terjadinya kesenjangan tidak terlihat dalam institusi DPR nantinya.

Ironisnya, ketika produk demokrasi yang dibiayai dengan dana yang sangat besar ini berhadapan dengan eksekutif, maka akan segera terlihat bahwa pekerjaan yang telah menghabiskan begitu banyak energi ini, tidak cukup berarti bagi kehidupan sebuah bangsa yang besar bernama Indonesia.

Minggu, Maret 29, 2009

BUPATI BARU



Ada banyak perubahan yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini. Sejak pelantikannya tanggal 9 Februari yang lalu, cukup banyak gebrakan yang dilakukan oleh Bupati.

Di antaranya, penggantian beberapa pucuk pimpinan lembaga perangkat daerah yang cukup strategis, untuk selanjutnya diisi dengan orang yang bisa diajak menyukseskan dan mewujudkan visi dan misinya.

Masyarakat menantikan sesuatu yang baru...

Sabtu, Februari 21, 2009

RESIKO POLITIK?



Kalimat itu sering terlontar ketika seorang birokrat terpental dari kursi di mana ia sudah merasa settle. Penyebabnya jelas, ia "disingkirkan" karena berseberangan dengan pejabat politik yang baru terpilih dan sudah memegang tampuk kekuasaan.

Berbeda dengan jabatan birokrasi lainnya, jabatan camat di anggap memiliki peranan yang sangat strategis dalam memenangkan seorang pasangan calon dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah. Akibatnya, jika kebetulan sang camat terdeteksi mendukung calon yang ternyata kalah, maka ia harus menerima resiko politik.

Benarkah itu adalah resiko politik? atau hanya sekedar alasan pembenaran untuk menggunakan kekuasaan terhadap mantan lawan-lawan politik? Entahlah, yang jelas fakta di lapangan menunjukkan bahwa ketergantungan birokrasi terhadap pejabat politik begitu tingginya, sehingga sering mengaburkan profesionalisme birokrasi.

Rabu, Februari 18, 2009

TIGA TAHUN DI KECAMATAN



Hari ini, genap tiga tahun saya mengemban tugas sebagai Camat Tempe. Tadi malam sebenarnya saya sempat mendapat Undangan Pelantikan yang, pada awalnya, saya perkirakan menjadi akhir dari penugasan saya di Kecamatan Tempe. Namun ternyata tidak jadi.

Tiga tahun di Kecamatan, sudah memberikan bekal pengalaman yang berharga dalam berhadapan dengan berbagai persoalan yang muncul di lapisan bawah. Meskipun belum merasa berhasil, cukup banyak perubahan yang terjadi. Semoga perubahan itu menjadikan Kecamatan ini lebih baik.