Kamis, November 12, 2009

QUO VADIS PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA



Atmosfir Indonesia dalam beberapa hari terakhir ini, menyuguhkan berbagai warna yang kelabu. Belum habis rasa penasaran kita akan ujung penetapan Antasari Azhar sebagai terdakwa dalam Kasus Pembunuhan Nazaruddin Zulkarnain, kasus Chandra dan Bibit tampil mengemuka dan meraih perhatian publik sepenuhnya.

Masyarakat, dan saya sendiri sebagai manusia biasa yang picik, tidak tahu persis apa yang sebenarnya sedang terjadi. Tentu kita semua maklum, bahwa tidak ada orang yang benar-benar bersih dan suci di Dunia ini. Juga tidak pula ada orang yang benar-benar kotor sehingga tidak pantas hidup di negeri ini.

Namun nurani kemanusiaan kita tentu bisa menilai, bahwa ada sesuatu yang benar-benar salah, dan ada sesuatu yang benar-benar tidak salah di antara semua pihak yang terlibat. Pertanyaannya, masihkah hati kita hidup dan mampu menelaah segala sesuatunya dengan menggunakan kacamata nurani itu?

Ketika kita melakukan kesalahan, kita tentu merasa malu, dan tidak ingin kesalahan itu diketahui oleh orang lain. Meskipun nurani kita sesunggunya mengakui bahwa apa yang kita lakukan itu salah. Namun pangkat dan jabatan yang tersemat di pundak dan dada kita, memantangkan kesalahan itu dan jadilah pangkat dan jabatan itu sebagai topeng yang sempurna untuk menutupi kesalahan kita.

Hukum dibuat agar manusia hidup dalam keteraturan. Keteraturan yang bisa mengantarkan manusia mencapai kehidupan yang lebih baik. Kesejahteraan dan kemakmuran. Hukum harus ditegakkan, karena tegaknya hukum akan memberikan jaminan bangsa ini dapat mencapai kemajuan yang menjadi cita-cita masyarakatnya sejak merdeka puluhan tahun yang lalu.

Penegakan hukum berimplikasi pada tecapainya ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat. Karena yang salah mendapat ganjaran, dan yang benar dibela sepenuh hati. Potensi munculnya kesalahan menjadi semakin kecil, karena setiap pelanggaran hukum mendapatkan sanksi yang tegas. Tekad berbuat baik juga menjadi semakin besar, karena komunitas yang ada memberikan ruang yang cukup bagi hadirnya apresiasi yang setimpal.

Sekarang, jika di Indonesia, hukum tidak bisa memberikan jaminan seperti itu, maka kemanakah gerangan arah penegakan hukum ini?

Tidak ada komentar: