Rabu, Oktober 24, 2007

KAMPANYE DALAM RANGKA PILKADA

Being a "pamong" is really hard. Itu mungkin kesimpulan yang dapat saya tarik dari kondisi yang saya hadapi sebagai seorang pamong. Menjelang pelaksanaan Pilkada Gubernur yang tidak lama lagi, saya dihadapkan pada persoalan terkotak-kotaknya masyarakat dalam kelompok-kelompok pendukung pasangan calon yang ada.

Bagaimanapun juga, mereka adalah masyarakat saya sendiri, dan sebagai seorang pamong, saya bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan mereka akan kehidupan yang lebih baik. Namun, what happened then? Orang cenderung menempatkan pemerintah sebagai simpatisan salah satu pasangan calon. Sehingga ketika pilihan mereka berbeda dengan pemerintah, mereka serta merta memosisikan diri sebagai opponent dari pemerintah.

Dalam kondisi seperti itu, hubungan kerja antara pamong dan orang yang "diemong" mengalami kesenjangan yang cukup besar. Sikap a priori dan curiga cenderung mengemuka dan menutupi akal sehat. Tidak sedikit dari mereka kemudian berusaha mencari-cari celah untuk menjerumuskan sang pamong ke dalam jebakan "pelanggaran." Bahkan karena merasa "terzalimi" mereka dengan semangat pantang menyerah siap berhadapan dengan pemerintah dalam institusi peradilan.

Saya tidak alergi dengan perbedaan pendapat, saya adalah seorang pamong yang memahami bahwa di dalam setiap kepala warga yang saya emong, terdapat isi yang tentu tidak sama. Jadi mengapa kita tidak mencoba berjalan beriringan?

Tidak ada komentar: