Kamis, Oktober 25, 2007

HIRUK PIKUK KAMPANYE PILKADA

Masa kampanye dalam rangka Pilgub Sulsel sudah berlangsung lebih kurang sepekan. Berbagai aktivitas yang menjadi ciri khas kegiatan kampanye berlangsung di berbagai daerah.

Dalam prakteknya, tidak sedikit aparat yang "terpaksa" melibatkan diri dalam memengaruhi pilihan masyarakat karena adanya tekanan dari pejabat politik dan/atau pejabat struktural yang berada di atasnya. Sesuatu yang tentu saja berlawanan dengan itikad baik para konseptor Otonomi Daerah yang dituangkan lewat Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.

Mengapa kita tidak mencoba mengukur kekuatan kepemimpinan kita dengan membiarkan masyarakat memilih sendiri pemimpinnya? Mengapa kita memaksakan diri untuk mendudukkan seseorang yang sejatinya tidak terlalu dikehendaki oleh masyarakat?

1 komentar:

aeromodelingpemula mengatakan...

Sepertinya belum pernah saya dengar birokrasi sehat yang dikabarkan dengan "anggun"
melalui media surat kabar atau elektronik di kota atau kabupaten tertentu.

Lebih-lebih jika dikaitkan dengan pemilu. Sejuta kepentingan tumpah ruah menyatu dan saling menyikut. Ketika sebagian birokrat telah terlibat dalam kepentingan
tersebut maka saat itu pula sulit dikatan menghindar dari politik.

Ia telah terdominasi oleh
pejabat politik (kepala daerah) yang jalurnya jelas berbeda, yang satu pejabat politik
dan yang satunya pejabat birokrasi.

Dominasi semacam ini sepertinya menjadi hal sering terjadi baik disadari maupun tidak disadari. Akibatnya netralisasi birokrasi khususnya yang berkenaan dengan Pemilu menjadi hal yang memilukan bahkan (maaf) memalukan.

Apalagi jika seandainya hal ini terjadi pada sosok birokrat yang mudah terprovokasi yang cenderung menerapkan sistem "like and dislike". Jika senang dan sesuai kepentingannya maka dirangkullah ia. sebaliknya, apabila merasa tidak senang kepada seseorang yang meskipun memiliki kompetensi yang tidak diragukan lagi dalam bidangnya, maka yang terjadi "get out of here!"